Archive for Juli 2011

Antilaser, Teknologi Komputer Masa Depan


Laser, teknologi ‘usang’ yang sudah berusia 50 tahun kini jamak digunakan di berbagai perangkat, mulai dari CD sampai ke pointer yang biasa digunakan untuk presentasi. Kini, teknologi itu menghadapi lawannya, yakni antilaser.

Perangkat antilaser akan mampu menangkap dan membatalkan sinar laser yang sudah dipancarkan.

Menurut Douglas Stone, peneliti asal Yale University, Amerika Serikat, meski perangkat seperti itu kemungkinan hanya cocok untuk film-film fiksi ilmiah, namun dalam dunia nyata, penggunaan yang paling memungkinkan dari teknologi antilaser adalah di dunia komputer, khususnya drive optik.

“Ke depannya, cara kerja perangkat ini adalah seperti memancarkan laser secara terbalik,” kata Stone, seperti dikutip dari Phbeta, 30 Juli 2011.

Stone menyebutkan, meski laser membutuhkan energi listrik dan memancarkan sinar dalam pita frekuensi yang cukup sempit, antilaser yang diciptakannya mengambil sinar laser dan mentransformasikannya menjadi energi panas. Akan tetapi energi ini juga dapat dikonversikan menjadi energi listrik.

Laser konvensional, yang ditemukan pada tahun 1960, menggunakan apa yang disebut dengan ‘gain medium’ misalnya material semikonduktor untuk membuat pancaran gelombang cahaya yang fokus.

Adapun perangkat yang dibuat Stone menggunakan silikon sebagai penyerap ‘loss medium’ yang menangkap gelombang sinar itu yang akan membuatnya memantul-mantul hingga mereka dikonversikan menjadi panas.

Dan meskipun teknologi yang ditemukan Stone tampak menarik, antilaser yang ia buat tidaklah ditujukan sebagai pelindung laser. “Ini merupakan cara untuk menyerap laser. Berbeda dengan pistol laser yang jika ia digunakan untuk membunuh, sinar lasernya tetap akan membunuh targetnya,” ucapnya.

Menurut Stone, penggunaan yang paling memungkinkan untuk teknologinya adalah di bidang komputer. “Komputer kinerja tinggi masa depan akan memiliki chip hybrid,” ucapnya. “Bukannya memiliki chip dengan transistor dan silikon, komputer masa depan akan menggunakan energi listrik dan cahaya,” ucap Stone.

Stone menyebutkan, perangkat dengan antilaser juga bisa digunakan sebagai sakelar optik yang bisa dinyala-matikan kapanpun diinginkan.
• VIVAnews
READ MORE - Antilaser, Teknologi Komputer Masa Depan

Teknologi di Balik Pembangunan Borobudur


Borobudur, sebuah candi megah di Magelang, Jawa Tengah, diperkirakan dibangun sekitar tahun 824 Masehi oleh Raja Mataram bernama Samaratungga dari dinasti Syailendra. Candi yang begitu berat itu berdiri kokoh tanpa ada satu paku pun juga tertancap di tubuhnya.

Pertanyaan pun selama ini mengemuka: bagaimana membangun Borobudur tanpa menancapkan ratusan paku untuk mengokohkan pondasinya, dan bagaimana batu-batu berat yang membentuk Borobudur itu diangkat ke lokasi pembangunan di atas bukit?

Kecanggihan masa kini pun sulit menjelaskan logika di balik pembangunan Candi Borobudur. Peneliti Indonesia dari Bandung Fe Institut, mencoba menjawabnya. Ketiga peneliti muda itu, Hokky Situngkir, Rolan Mauludy Dahlan, dan Ardian Maulana, menjelaskan, pembangunan Candi Borobudur menggunakan teknologi berbasis geometri fraktal.

Fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang mirip secara keseluruhan. Wujud fraktal kasar dan dapat dibagi-bagi dengan cara yang radikal. Fraktal memiliki detail yang tak terhingga, dan dapat memiliki struktur serupa pada tingkat perbesaran yang berbeda. Istilah ‘faktal’ yang diambil dari bahasa Latin itu ditemukan oleh Benoit Mandelbrot pada tahun 1975.

Geometri fraktal itulah yang tampak pada stupa-stupa Candi Borobudur. Seperti kita ketahui, Candi Borobudur merupakan stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari stupa-stupa lain yang lebih kecil.
Peneliti Bandung Fe Institut membuktikan, Candi Borobudur ternyata dibangun dengan prinsip-prinsip fraktal. Namun apakah teori fraktal pada masa lalu telah ditemukan dan diimplementasikan secara sadar oleh nenek moyang kita, masih harus diteliti lebih lanjut.
• VIVAnews
READ MORE - Teknologi di Balik Pembangunan Borobudur

Jiaozhou Bay, Jembatan Terpanjang di Dunia



China telah membuka jembatan terpanjang di dunia yang melintasi laut. Jembatan itu, diberi nama Jiaozhou Bay, memiliki panjang 42 kilometer. Ia menghubungkan kota pelabuhan Qingdao yang ada di kawasan timur negeri itu dengan pulau Huangdao.

Menurut China Central Television, stasiun televisi pemerintah China, jembatan dengan lebar 35 meter itu merupakan jembatan terpanjang. Saat dibangun, proyek memakan biaya hingga di atas US$1,5 miliar atau sekitar Rp12,8 triliun.

Dikutip dari CCTV, 1 Juli 2011, jembatan itu berhasil lolos penilaian konstruksi pada Senin, 27 Juni lalu. Jembatan dan juga terowongan bawah tanah segera dibuka untuk lalu-lintas kendaraan, sehari setelahnya.

Untuk dapat berdiri, Jiaozhou Bay ditopang oleh lebih dari 5.000 pilar. Adapun pengerjaan jembatan tersebut baru dapat dituntaskan setelah 4 tahun pembangunan.

Menurut catatan Guinness World Records, pemegang rekor sebelumnya untuk kategori jembatan di atas perairan adalah Lake Pontchartrain Causeway di Louisiana, Amerika Serikat. Dibandingkan dengan jembatan tersebut, jembatan yang baru diresmikan di China ini 4 kilometer lebih panjang. (umi)
• VIVAnews
READ MORE - Jiaozhou Bay, Jembatan Terpanjang di Dunia

2022, Jerman Tutup Seluruh Pembangkit Nuklir


Parlemen Jerman menyetujui rencana untuk menutup pembangkit listrik tenaga nuklir di negeri tersebut pada tahun 2022 mendatang. Langkah ini membuat motor penggerak ekonomi Eropa itu fokus ke ambisi mereka untuk menggunakan energi terbarukan.

Rencana penutupan PLTN itu terjadi setelah kasus kebocoran reaktor nuklir akibat gempa dan tsunami Jepang. Dari pemungutan suara, 513 anggota parlemen setuju penutupan, 79 tidak setuju, dan 8 abstain.

Dari 17 reaktor nuklir yang beroperasi di negeri tersebut, sebanyak 8 di antaranya langsung ditutup secara permanen. Sementara 9 reaktor lainnya akan ditutup secara bertahap hingga akhir 2022.

Pada tahun 2020, Jerman berencana untuk melipatgandakan energi yang didapat dari air, angin, matahari, dan biogas setidaknya hingga 35 persen kebutuhan energi. Sampai tahun ini sendiri, sumber energi nuklir memasok sekitar 25 persen dari kebutuhan listrik nasional.

"Orang bertanya-tanya, apakah Jerman mampu melakukan hal ini? Pasalnya, ini merupakan kali pertama salah satu negara industri utama menyatakan siap melakukan revolusi teknologi dan ekonomi seperti ini," kata Norbert Roettgen, Menteri Lingkungan Jerman, seperti dikutip dari AP, 1 Juli 2011.

Roettgen menyebutkan, pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa Jerman siap untuk itu. "Ini akan membawa dampak yang baik bagi Jerman," ucapnya.

Pemerintah sendiri belum merinci lebih detail seputar rencana mereka untuk beralih ke sumber energi terbarukan. "Tentu itu akan memakan biaya besar. Namun itu tidak akan melampaui beban yang harus kita tanggung," ucap Roettgen. (sj)
• VIVAnews
READ MORE - 2022, Jerman Tutup Seluruh Pembangkit Nuklir
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...